Jumat, 22 Juli 2016

Jadilah User Smartphone Yang Smart

Mungkin pepatah mengenai dunia tak selebar daun kelor memang ada benarnya, apalagi di jaman yang serba digital seperti sekarang ini. Dunia hanya berukuran 5 inch di genggaman  tangan.

Coba bayangkan saat jaman nenek moyang kita yang seorang pelaut, untuk bertegur sapa dan berkirim kabar menggunakan jasa merpati pos, tentunya membutuhkan waktu yang relatif lama, mungkin bisa keburu modyar ngenunggu balasan surat.

Namun sekarang jaman telah berubah, tak perlu menunggu waktu lama untuk bertegur sapa. Dengan berkembangnya teknologi khususnya smartphone, tentunya kita semakin mudah dan murah untuk menjalin silaturahmi.

Tak berlebihan memang jika alat telekomunikasi masa kini disematkan embel-embel "conecting people".

Disadari maupun tidak hadirnya smartphone canggih disertai media sosial pendukungnya memang membuat kita tahu lebih banyak orang, jaringan pertemanan semakin luas dari berbagai tempat. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, sifat ketergantungan kita terhadap smartphone semakin meningkat.

Smartphone menjadi barang yang wajib dimiliki, dari anak usia dini sampai orang yang sudah lanjut usia tak ingin ketinggalan memiliki alat komunikasi nan canggih tersebut. Ya, smartphone menjadi barang yang wajib dibawa kemanapun berada.

Sering kita lihat orang-orang disekitar kita, atau bahkan diri kita sendiri lebih terfokus kepada smartphone yang dimilikinya, bahkan menjadi apatis terhadap lingkungan sekitarnya.

Jarang sekali saat ini untuk melihat anak kecil yang bermain di taman bersama teman-temannya, mereka lebih suka untuk bermain smartphone ditambah layanan internet di rumahnya masing-masing.

Smartphone yang diciptakan sebagai alat untuk membantu berkomunikasi malah sekarang ini menjadi pembatas untuk berkomunikasi. Obrolan yang terjadi hanya via text, tak ada tatap muka. Canda gurau hanya sebatas smelly emotticon atau "wkwkwkwk".

Coba untuk sebentar saja, letakkan smartphone kita. Keluarlah dari dalam rumah, berjalan-jalanlah ditaman, kunjungi teman-temanmu, ajak ngobrol mereka.

Lalau tunggu apa lagi, sudahi membaca teks ini dan pergilah keluar untuk melihat dunia secara langsung.


Minggu, 10 April 2016

Eksistensi Jin/syaiton Sesuai Perkembangan Jaman

Sebagai seorang mahasiswa yang diragukan ke-maha-annya tentunya saya mempunyai perinsip bahwa sesuatu yang terjadi itu harus dapat dijelaskan secera rasional, termasuk fenomena kemunculan makhluk halus yang akhir-akhir ini banyak menjadi perbincangan di Bumi Nusantara ini.

Dalam agama saya memang dijelaskan bahwa makhluk hidup ciptaan Allah itu bukan hanya manusia saja, akan tetapi masih ada yang lainnya seperti malaikat, jin, dan lain sebagainya. Dijelaskan juga bahwa setan/syaiton memiliki permintaan untuk mengganggu manusia, mengganggu disini diartikan sebagai menghasut manusia untuk meninggalkan yang haq dan mendekati yang batil.

Jaman dulu setan/syaiton harus menghasut Nabi Adam dan Hawa untuk melanggar larangan Allah yaitu dengan memakan buah yang dilarang, akan tetapi seiring perkembangan jaman yang semakin maju, manusia sudah tidak perlu dihasut setan/syaiton lagi untuk berbuat keji dan mungkar, hal ini dapat dilihat bahwa tindak kejahatan yang terjadi sudah tidak mengenal waktu, dari setiap hari, tiap minggu, tiap bulan, tiap tahun ada saja kejahatan yang terjadi di muak bumi ini.

Mungkin al tersebut yang melatarbelakangi eksistensi makhluk halus belakangan ini, tentu saja alasannya karena mereka(setan/syaiton/jin) sudah berkurang lahan pekerjaan mereka untuk mengganggu manusia, sehingga mereka mengganggu manusia dengan cara yang berbeda. Yaitu dengan memperwujudkan diri sebagai hantu yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Entah apa faedahnya bagi mereka melakukan hal tersebut yang jelas sudah cukup meresahkan masyarakat luas yang lemah imannya.

Kendati dipandang kurang kerjaan, ternyata aksi menakut-nakuti manusia yang dilakukan oknum jin/syaiton mendapatkan sorotan dari produser film Indonesia. Tengok saja, banyak film yang bertemakan hantu, mulai dari yang bergenre horor sampai komedi pun ada dan tidak lupa dibumbui dengan banyak adegan yang membuat tegang penonton laki-laki.

Siapa yang berani membantah bahwa hantu lokal memiliki kualitas horor tersendiri jika dibandingkan dengan hantu mancanegara, disaat vampir di luar negeri memakai setelan jas yang necis, hantu lokal seperti pocong berbalutkan kain putih yang sering disebut kafan disekujur tubuhnya dan malah kelihatan seperti arem-arem.

Walaupun dari gaya busananya yang terlihat konyol, namun kiesan horor tetap ada dalam diri pocong, jika tidak percaya coba lihat saja serial tv si mumun, pasti kita dibuat berdiri bulu kuduknya saat melihat film tersebut.

Jumat, 18 Maret 2016

Sudahkah Anda Berbagi Hari Ini?

Dalam rangka mensyukuri nikmat dan karunia Allah/Tuhan/Sang Hyang Widhi sudah selayaknya dan sepantasnya bagi kita umat manusia untuk saling berbagi.

Walaupun untuk mensyukuri nikmat dan karunia-Nya banyak hal yang bisa kita lakukan, misalnya dengan menjauhi larangan-Nya, Banyak ibadah, Senantiasa bersabar dan bertawakal, dan masih banyak lagi. Tetapi contoh-contoh di atas hanya sebatas hubungan manusia dengan tuhannya, hanya sebatas habluminallah tentang hubungan secara vertikal antara manusia dengan Allah.

Apakah untuk hidup di dunia ini kita hanya berhubungan secara vertikal saja? Hubungan manusia dengan tuhannya saja? Tentu saja tidak.

Manusia sebagai makhluk sosial Homo Socialis tentu tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, manusia perlu berinteraksi dengan orang lain, manusia memerlukan orang lain untuk bertahan hidup, dan masih banyak hal yang tidak bisa kita lakukan tanpa bantuan orang lain.

Dilihat dari sudut pandang agama, Nabi Muhammad SAW sampun ngendika bahwa "Orang mukmin dengan mukmin lainnya adalah seperti satu bangunan yang sebagiannya dengan bagian yang lain saling menguatkan" Ini yang ngendika Kanjeng Nabi lho, bukan saya yang hanya butiran nutrisari ini, bukan juga Pak Jokowi, apalagi sampeyan.

Berbagi secara teoritis memang mudah, namun dalam praktik kesehariannya seringkali kita masih eman-eman untuk melakukannya.

Menurut pandangan saya, berbagi itu tidak harus dengan uang ataupun harta benda lainnya, bisa juga berbagi dengan kebaikan atau tenaga yang kita miliki.

Karena dengan berbagi, hal menurut kita kecil ataupun remeh temeh akan sangat berguna bagi orang lain yang membutuhkan.

Untuk berbagi tak perlu menunggu kaya, lakukanlah selagi bisa.

Lantas masih beralasan atau malas-malasan untuk berbagi?

Selamat Hari Jumat, semoga hidup kita varokah!






Minggu, 28 Februari 2016

Mahasiswa kos berterimakasihlah kepada Indomie

Sebelumnya, tulisan yang saya muat kali ini bukan merupakan iklan berbayar apalagi iklan geratisan, tak bukan dan tak lain ini murni dari sanubari seorang mahasiswa yang terpaksa menjadi penikmat Indomie.

Pada era digital layaknya sekarang ini, semua hal dituntut untuk lebih praktis dan mudah, tak terkecuali untuk urusan perut. Berbicara perkara perut tak afdol tanpa menyinggung salah satu makanan yang tentunya praktis lagi mudah dalam proses pembuatannya, tak bukan dan tak lain yaitu mie instan.

Mie instan merupakan makanan pokok yang tak bisa dilepaskan dari Bangsa Indonesia dan berbicara mie instan kurang lengkap rasanya jika tidak membahas Indomie. Yak, Indomie adalah salah satu merek mie instan terbesar di Indonesia yang sudah jauh lebih dulu go internasional sebelum Agnezmo menyatakan dirinya go internasional.

Indomie adalah makanan pokok yang tak bisa dipisahkan dengan mahasiswa khususnya bagi mereka yang notabennya adalah anak kos, bagi mereka indomie adalah penyelamat dikala dompet sedang sekarat, saat awal bulan dan kiriman datang terlambat indomie adalah jawaban, ketika akhir bulan dan uang kiriman sudah mulai menipis indomie pun menjadi jalan, ketika tengah malam disaat mengejar deadline dan perut terasa kroncongan indomie pun menyelamatkan.

Selain citarasanya yang nikmat, indomie juga tersedia dalam berbagai varian rasa, mulai dari original sampai masakan khas Indonesia, semuanya ada dalam bentuk mie instan yang praktis dan mudah dalam pembuatannya.


Selain itu Indomie juga terbilang makanan yang harganya cukup murah, hanya dengan uang sekitar dua ribu rupiah-an kita sudah bisa menikmati satu bungkus Indomie. Akan tetapi harga tersebuat akan menjadi berkalilipat jika kita membeli Indomie dalam bentuk siap santap, mulai dari burjo, warteg, sampai rumah makan yang terbilang mewah, semuanya menjual indomie dengan harga yang berbeda-beda tentunya, tergantung kelengkapan dan kemiripan dengan yang ada dibungkusnya, semakin mirip dengan yang ada dibungkusnya harganya akan menjadi semkain mahal tentunya.

Yang terakhir, dengan segala kerendahan hati saya sebagai mahasiswa kos mengucapkan terimakasih kepada Indomie dan segala pelengkapnya(cabai rawit, sawi, kubis, kornet, dll) yang telah menghangatkan malam-malam saya selama ini.

Minggu, 06 Desember 2015

Rindu

Rindu adalah buah dari menunggu
Datangnya tak tentu waktu
Rasanya pun sakit seperti tersayat sembilu

Rindu adalah buah dari menunggu
Bersama hujan tumbuh subur di dadaku
Mengalir lembut dari ujung mataku

Rindu adalah buah dari menunggu
Hening seperti tawamu
Yang lama hilang dari ingatanku